
Di busur kiblat
Langit seperti Emerald
Mengilatkan bait-bait perjanjian
Seperti doa penghabisan
Bermula dari juntai tasbih
Sebelum subuh,
Butir-butir itu sampai pada genggaman ke 10:
Aku ingin kematianku
Berwarna hijau Zamrud
Ucapku:
Saat jam sepertiga malam
Memimpin wiridan
Subuh yang dingin
Dibasuh embun
Burung-burung
Memiliki surga dalam dirinya
Pulang menembus awan ikal,
Terbang melewati gerimis tipis
Sorgaku ada dalam keabadian
Lafadz-lafadz suci
Dikirimkan Tuhan sebagai penyempurna
Di kubah ini
PadaNya kubersimpuh
Memohon kematian yang halus
Seperti gerimis yang tipis
Bandung, Oktober 2018
–
Fasa Imani
QIRAAT
Inilah sebuah pengakuan
Dilereng rohaniku
Dengan membawa catatan lalu
Dan langit awal April ini
Menyimpan sisa sejarah
Beribu Rakaat atau peninggalan suri
Tertanggal di atap dengan lukisan berkubah
Masih kuingat
Tubuh semampai bergamis putih
Malukiskan malam-malam menjadi jelita
Seakan suara menderu ayat-ayat
Mengekalkan kenangan
Tercipta dari geletar bibir
Pada langit emerald dan bayang-bayang malam
Tatapan khusuk diiringi ikhlas yang tawadhu, dulu
Ketika aku masih berjiwa lugu
Kau mengajariku di teras mesjid berwarna kelabu
Lagu Hijaz, nahawan dan lainya masih nyaring indah di telinga
Tapi rindu tak sempat disempurnakan pada qasidah puisiku
Apakah rakaat terakhir itu
Masih tertuju padaku
Oktober 2018-2020
LUKISAN : Tisna Sanjaya
